5 Tahap Design Thinking

Anisa Vahira
5 min readMay 1, 2021

--

Apa itu Design Thinking?

Design Thinking adalah proses berulang dimana kita berusaha memahami pengguna, menantang asumsi, dan mendefinisikan kembali masalah dalam upaya mengidentifikasi strategi dan solusi alternatif.

Design Thinking adalah pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah secara praktis dan kreatif. Pendekatan ini didasari oleh metode dan proses yang digunakan oleh para designers, tapi sebenarnya bisa juga di kembangkan dalam berbagai bidang yang berbeda, seperti arsitektur, teknik, dan bisnis karena Design Thinking dapat diterapkan pada bidang apapun; tidak harus khusus bidang design saja.

Design Thinking sangatlah user-centric. Berfokus terhadap manusia, berusaha memahami kebutuhan-kebutuhannya dan menghasilkan solusi efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Tahapan dalam Proses Design Thinking

Dalam metode Design Thinking, dikenal 5 fase/tahapan, yaitu Empathise, Define, Ideate, Prototype, lalu Test. Namun, kelima proses ini tidak selalu bersifat linear. Alur proses dapat disesuaikan dengan kasus spesifik tertentu.

  1. Emphatise — Understand Your Users

“Empathy is at the heart of design. Without the understanding of what others see, feel, and experience, design is a pointless task”

Emphatise adalah tahapan untuk mendapatkan pemahaman empatik tentang masalah yang dicoba untuk diselesaikan. Pada prosesnya, empati merupakan landasan terpenting dalam metode Design Thinking.

Dalam tahap ini kita harus mengesampingkan pikiran dan opini kita sendiri agar tidak adanya bias/asumsi/stereotyping agar kita bisa mendapatkan informasi serta sudut pandang dari pengguna dan kebutuhan mereka secara lebih dalam dan nyata. Hal ini bertujuan untuk kita memahami lebih dalam apa sebenarnya yang terjadi dan dirasakan oleh user kita.

Dalam implementasinya, di tahap ini kita bisa melakukan User Research, dengan menggunakan Qualitative ataupun Quantitative Research, seperti wawancara, survei, turun ke lapangan, atau bahkan dari observasi langsung secara spontan.

Output dari tahap ini adalah data, insight, user persona, etc.

2. Define — What Our Users Really Need?

Selama tahap Define, kita mengumpulkan informasi yang telah kita buat dan kumpulkan selama tahap Empathise. Disinilah kita akan menentukan sebenarnya apa yang dibutuhkan oleh user kita.

Dengan melihat permasalahan dengan sudut pandang tertentu, kita dapat menentukan mana yang jadi prioritas permasalahan yang akan kita selesaikan dengan solusi.

Output dari tahap ini adalah problem statement, rumusan masalah

3. Ideate — Generate Many Ideas to Solve User Needs

Tahap Ideate ini, kita mulai menghasilkan ide. Karena sebelumnya kita telah memahami pengguna serta kebutuhannya di tahap empathise, dan kita telah menganalisis dan mensistesis pengamatan di tahap define, dan sudah juga membuat pernyataan masalah yang berpusat pada users.

Dengan data dan pengetahuan tersebut, di tahapan ini kita mulai berpikir “Out of The Box” dan mulai mencari ide ide dengan merumuskan “How Might We” membuka kemungkinan-kemungkinan awal untuk memicu ide-ide kreatif sebanyak banyak terlebih dahulu, baru kemudian kita identifikasi kembali agar ide-ide tersebut dapat menjadi solusi-solusi baru terhadap problem statement yang sudah kita temukan sebelumnya.

Di tahap ini kita bisa melakukan berbagai teknik untuk memunculkan ide ide kita dengan cara seperti Brainstorm, Braindump, dan Brainwriting.

Output dari tahap ini adalah sketsa, userflow, user journey, mind-map, konsep, etc.

4. Prototype — Demonstrate the Idea

Sekarang kita sudah memiliki konsep atau gambaran dari solusi yang ingin kita buat dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah user, maka dari itu tujuan selanjutnya adalah bagaimana cara kita memvalidasi bahwas ide kita ini dapat menyelesaikan masalah tersebut. Dengan begitu, kita harus membuat kerangka minimum dari solusi kita, atau disebut Prototype.

Prototype merupakan suatu implementasi solusi dengan sumber daya yang minim. Detail spesifikasi dalam implementasi prototype pun dapat bervariasi, atau biasa disebut fidelity. Secara umum prototype terbagi menjadi Low-fidelity dan High-fidelity.

“A good prototype is a prototype that facilitates
answering the questions you have.”

Prototype sendiri bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul saat dalam mengembangkan produk. Bisa jadi memvalidasi, ketergunaan produk, efisiensi, dan lainnya.

Prototype ini dapat diuji dalam tim sendiri, atau ke beberapa orang lain. Ketika ada masukan maka dilakukan pebaikan lagi pada prototype ini, sehingga dihasilkan prototype yang benar-benar bagus.

Jenis prototype pun beragam tidak harus berupa interactive prototype (digital), bisa saja sketch, paper-prototype, atau magic prototype (prototype yang disimulasikan dengan menggunakan manusia secara manual).

Output dari tahap ini tentunya adalah Prototype dari solusi ide kita.

5. Test

Di tahap ini kita memvalidasi apakah rancangan solusi yang kita buat sudah benar mampu menyelesaikan masalah user? atau ada hal yang dapat kita kembangkan kembali?

“Prototype as if you know you’re right, but test as if you know you’re wrong.”

Pada saat menjalani tahap testing, mungkin akan banyak insight baru yang mungkin juga akan berlawanan dengan pendapat kita, namun dari situ lah kita belajar mengenai calon user kita. Disini penting kita untuk bersifat netral dan tidak terbawa suasana atau bahkan bias.

Dalam tahapan test ini ada beberapa hal yang perlu kita persiapkan, yaitu:

  • Set Objectives

Sebelum memulai testing, ada baiknya kita menentukan dulu apa yang ingin kita ketahui dari testing ini, seperti insight apa saja yang ingin kita dapatkan, bagian mana saja yang ingin kita validasi.

Seperti dijelaskan pada tahap prototype, prototype dibuat untuk memvalidasi apakah ide atau solusi yang kita tawakan sudah benar adanya bisa menjawab kebutuhan atau memecahkan masalah user.

  • Recruiting Users

Selanjutnya kita menentukan siapa sajakah yang akan dijadikan calon user sebagai tester. Kita tentukan terlebih dahulu apa sajakah kriteria calon user kita, dan pertimbangkan bahwa tester yang kita rekrut sesuai dengan kriteria target market kita, kriteria demografis atau user persona yang telah kita tentukan sebelumnya.

  • Testing the Prototype

Dalam tahap ini dilakukannya pengujian dan evaluasi terhadap prototype produk kita kepada User-Tester kita. Saat memulai testing, jangan tergesa-gesa untuk langsung menjelaskan semua hal. Biarkan user untuk mencoba memahami produk kita. Dengan begitu kita juga bisa sekaligus mengecek apakah rancangan yang anda buat sudah cukup intuitif dan nyaman untuk user.

dan hasilnya akan dilakukan perubahan dan penyempurnaan untuk menyingkirkan solusi masalah dan mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang produk dan penggunanya.

Sampaikan hanya yang perlu disampaikan saja dan kita harus menghargai waktu mereka. Saat melakukan testing, usahakan untuk merekam proses testing dan mintalah bantuan orang lain untuk mencatat dan mengamati user. Hal ini ditujukan agar kita dapat lebih leluasa memandu tester dalam proses testing.

Output dalam tahap ini adalah User Feedback, User Completion Score, Solution, etc.

— — — —

Pada kelima tahap ini jika ada kegagalan disalah satu tahap dapat kembali ke tahap yang memungkinkan itu dapat diperbaiki. Contoh pada tahap Ideate tidak menghasilkan penyelesaian masalah, maka dapat kembali lagi ke tahap Emphatize.

Sumber:

https://www.interaction-design.org/literature/article/what-is-design-thinking-and-why-is-it-so-popular

https://www.interaction-design.org/literature/article/5-stages-in-the-design-thinking-process

https://medium.com/design-jam-indonesia/apa-itu-design-thinking-63c8416c9dd0

--

--

No responses yet